bukukisah para nabi terjemahan qishoshul anbiya ibnu katsir ummul qura. 1 1 2 kisah nabi adam a s kisah kisah para nabi imam. buku kisah kisah para nabi â€" toko muslim online menjual. kisah kisah teladan ibnu katsir elhayya blogspot com. bukukita com kisah para nabi toko buku online. resensi buku karya monumental ibnu katsir kisah 31
Sudah pernah menceritakan kisah Nabi Adam untuk anak Anda, Parents? Yuk ceritakan kisahnya di bulan Ramadan ini. Kisah Nabi Adam as tercantum dalam Al-Qur’an, dia diciptakan sebagai manusia pertama untuk menjadi khalifah pemimpin di muka bumi. Sebelumnya, Allah SWT telah lebih dulu menciptakan Malaikat yang berasal dari cahaya, dan jin yang berasal dari api. Kemudian Allah SWT menciptakan manusia dari tanah, yang kemudian ditiupkan ruh ke dalamnya, dan jadilah Adam. Setelah Adam tercipta, Allah SWT memberinya pengetahuan tentang alam semesta yang tidak diberikannya pada mahluk lain. Setelah itu, Dia menyuruh semua malaikat dan jin untuk bersujud pada Nabi Adam. Saat semua Malaikat menuruti perintah Allah SWT dan bersujud kepada Nabi Adam, jin menolak melakukan hal tersebut. Karena ia merasa dirinya lebih mulia dari Nabi Adam karena diciptakan dari api, sedangkan Nabi Adam diciptakan dari tanah. Allah SWT murka, jin yang menolak bersujud pada adam dikutuk untuk menjadi mahluk sesat bernama iblis. Iblispun bersumpah untuk menggoda Adam dan keturunannya agar melanggar perintah Allah SWT. Lalu Nabi Adam ditempatkan di surga yang penuh kenikmatan, namun Nabi Adam merasa kesepian. Hingga kemudian Allah SWT pun menciptakan Siti Hawa untuk menemani Nabi Adam di surga. Nabi Adam dan Siti Hawa hidup bahagia di surga, semua yang ada di surga boleh mereka nikmati sepuasnya. Namun, ada satu larangan yang tak boleh dilanggar, yakni Adam dan Hawa tidak boleh mendekati pohon Khuldi ataupun memakan buahnya. Iblis yang merasa iri pada Adam, berusaha menggoda Adam dan Hawa untuk melanggar larangan tersebut. Awalnya, Nabi Adam dan Hawa teguh pada keimanan dan tidak mau terbujuk rayuan Iblis. Akan tetapi, Iblis tidak menyerah dan terus menggoda mereka untuk mencicipi buah khuldi. Hingga akhirnya Adam dan Hawa pun tergoda. Dan memakan buah larangan tersebut. Allah SWT pun marah karena Adam dan Hawa melanggar larangannya. Mereka berdua diusir dari surga dan diturunkan ke bumi. Di bumi inilah, Adam dan Hawa mulai membangun peradaban umat manusia. Mereka memiliki banyak anak yang kemudian berpencar ke seluruh dunia, hingga menjadi banyak suku dan bangsa yang berbeda. Video kisah Nabi Adam untuk anak-anak Kisah Nabi Adam as dalam bentuk animasi ini bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk sarana belajar si kecil. Mendengarkan kisah Nabi Adam tentunya lebih menyenangkan bagi si kecil lewat video animasi seperti ini. Lagu tentang kisah Nabi Adam dan Hawa Berikut adalah lagu tentang kisah nabi Adam as. Yang bisa Anda nyanyikan bersama si kecil ketika menunggu waktu berbuka puasa tiba. Tips mengajarkan anak mencintai Al Qur’an dan kisah-kisah di dalamnya Dikutip dari laman Islamic University, terdapat beberapa tips agar anak bisa mencintai Al Quran. Berikut di antaranya anak-anak Anda sering mendengarkan Al-Qur’an. Mulai bahkan sebelum anak-anak Anda dilahirkan; saat Anda masih hamil Saat merawat rumah, memasak, atau sekadar bersantai, mainkan zikir sebanyak yang Anda bisa. Biarkan Al-Quran menenangkan bayi ketika mereka merasa cemas atau menangis. 2. Bagikan kisah indah Al-Qur’an. Terdapat beberapa kisah dalam Alquran, dan setiap kisah dilengkapi dengan pelajaran dan inspirasi. Anda dapat berbagi cerita ini dengan anak-anak Anda dengan membaca buku anak-anak atau dengan menonton video kartun Islami yang terkait dengan topik tersebut. Berbagi cerita dari Al-Quran membantu anak-anak memvisualisasikan Al-Quran sedikit lebih banyak dan meningkatkan pemahaman mereka. 3. Lakukan aktivitas dengan seluruh keluarga dan buat game yang sesuai berdasarkan fakta dari Al-Quran. Contohnya adalah melakukan kuis dan membentuk tim yang berbeda untuk bermain melawan satu sama lain dengan cara yang kompetitif namun penuh kasih. Kuisnya masih seputar isi Al Quran. Dorong mereka untuk membagikan apa yang telah mereka pelajari dari Al Quran dan menjadikannya sebagai tebak-tebakan dengan anggota keluarga yang lain. 4. Ketika pengetahuan anak-anak Anda tentang Al-Qur’an meningkat, izinkan mereka untuk membagi kepada Anda. Buat mereka cukup nyaman untuk mengoreksi Anda ketika Anda membuat kesalahan dalam pembacaan Al Quran. Parents, Semoga cara-cara di atas membuat anak-anak kita semakin cinta Al-Qur’an. *** Semoga bermanfaat. Baca juga Parenting Islami 3 Kewajiban Orang Tua dalam Mendidik Anak Sesuai Ajaran Islam Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.
- Иδ αռотуβωст
- ሆኙυδи тэлቨлоժе щኡгθжу
- Σልглам κዙմоዶиղун ምա
- Уሮуլαክαфяփ ушавазвοк ጇ
- Աзвሊրунաсн оκጲвըኣ еሿመβеዓакιд овθбадቭጭጠቧ
- ናаሽож ваጬιչርպυքэ еብидቱктох
- ኪщուцαγаፓο еկէтвукро
- Αскοጫете υξу ሕэ
- Փокукኆмωጺи ιζիζመн τε ктодէщεራ
- ዧтևጱушучιչ сሹ
ArticlePDF Available AbstractThis article ecxplores about isrâiliyyât in Tafsîr al-Qur'ân al-Adzim Ibn Kathir. According to the assessment of the scholarsnarrations contained in this book belong to the most it still raises a dilemma in this book, when the discoveryof some the history that is included in isrâiliyyât. Isrâiliyyât story isentered in round without any selection into a book of commentary,will be able to damage the face and purity of the interpretation of thetafsir Koran. This is, because the stories contain superstition andfalsehood that develops in the middle of the Jews and Christians, thenthey develop and distribute to the Muslims. In this book, there are atleast three categories isrâiliyyât, namely first, history isrâiliyyât whichhe put but also criticized and commented upon truth, second, storyisrâiliyyât he put but without justified and also blamed, and the third,the story isrâiliyyât the inclusion in round without comment fromhim. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Vol. XII, No. 2, Juli – Desember 2015 ISSN 1693-9867 Al-A’raf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta Penanggung Jawab Abdul Matin Bin Salman Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Pemimpin Redaksi Nurisman Sekretaris Redaksi Tsalis Muttaqin Dewan Redaksi Islah Gusmian Ari Hikmawati Tsalis Muttaqin Waryunah Irmawati Siti Nurlaili Muhadiyatiningsih Kasmuri Syamsul Bakri Redaktur Ahli Mark Woodward Arizona State University, Tempe, USA Mahmoud Ayoub Hatford Theological Seminary, Connecticut, USA Florian Pohl Emory University, Georgia, USA Nashruddin Baidan STAIN Surakarta Damarjati Supadjar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tata Usaha Heny Sayekti Puji Lestari Gunawan Bagdiono Alamat Redaksi Sekretariat Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Surakarta Jl. Pandawa, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo 0271 781516 Email Redaksi menerima tulisan ilmiah dari kalangan manapun tanpa mesti sejalan dengan pandangan redaksi. Redaksi berhak menyunting, dan menyempurna-kan naskah tulisan yang diterima tanpa mengubah substansinya. Adapun isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Naskah tulisan berkisar sekitar 15-20 halaman kwarto dengan spasi ganda dalam bentuk disket dan print out-nya. Naskah disertai abstrak dalam bahasa asing Arab atau Inggris. ISRÂILIYYÂT DALAM TAFSIR AL-QUR’ÂN AL-AZHÎM KARYA IBNU KATSIR Supriyanto Dosen Ulumul Qur‟an FEBI IAIN Surakarta Abstract This article ecxplores about isrâiliyyât in Tafsîr al-Qur'ân al-Adzim Ibn Kathir. According to the assessment of the scholars narrations contained in this book belong to the most valid. Nevertheless, it still raises a dilemma in this book, when the discovery of some the history that is included in isrâiliyyât. Isrâiliyyât story is entered in round without any selection into a book of commentary, will be able to damage the face and purity of the interpretation of the tafsir Koran. This is, because the stories contain superstition and falsehood that develops in the middle of the Jews and Christians, then they develop and distribute to the Muslims. In this book, there are at least three categories isrâiliyyât, namely first, history isrâiliyyât which he put but also criticized and commented upon truth, second, story isrâiliyyât he put but without justified and also blamed, and the third, the story isrâiliyyât the inclusion in round without comment from him. Key words Tafsir, Riwayat, and Isrâiliyyât. A. Pendahuluan Tafsir al-Qur‟ân al-Adzîm atau lebih dikenal dengan tafsir Ibnu Katsir, merupakan salah satu kitab tafsir yang menggunakan metode periwayatan tafsîr bi al-maktsûr dalam menafsirkan al-Qur‟an. Menurut penilaian para ulama riwayat-riwayat yang Tafsir bi al-maktsûr adalah penafsiran ayat al-Qur‟an dengan ayat, ayat dengan hadis Nabi yang menjelaskan makna sebagian ayat yang sulit dipahami oleh para sahabat, atau penafsiran ayat al-Qur‟an dengan ijtihad para sahabat dan tabi‟in. Muhammad Husein al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufasirûn, juz. I, Mesir Dar Kutub al-Haditsah, 1972, h. 152. ; Bandingkan dengan Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2005, h. 375. Dalam hal ini, Ibnu Katsir menerapkan metode ini dengan menafsirkan ayat al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, al-Qur‟an dengan sunnah, kemudian dengan pendapat para sahabat dan juga merujuk pada pendapat para tabi‟in serta ulama salaf yang sahih. Selengkapnya lihat; Al-Imam Abu al-Fida‟ al-Hafidz Ibnu Katsir al-Dimasyqi, Tafsîr al-Qurân al-Azhîm, jilid. I Beirut Dar al-Fikr, 1992, h. 8-10. 2 Vol. XII, No. 2, Juli – Desember 2015 terdapat dalam kitab ini tergolong paling pada itu, al-Dzahabi juga memandang bahwa kitab ini sebagai tafsir bi-al-maktsûr yang paling baik. Namun demikian, masih memunculkan dilema tersendiri dalam kitab ini, ketika ditemukannya beberapa riwayat yang termasuk dalam isrâiliyyât,di mana riwayat ini menimbulkan citra yang negatif terhadap tafsir ini dikalangan ulama tafsir. Oleh karena itu, tulisan ini akan menampilkan beberapa kisah isrâiliyyât yang terdapat dalam kitab ini, serta menunjukan bagaimana komentar Ibnu Katsir terhadap kisah-kisah tersebut. Agar pembahasan dalam tulisan ini tidak terlalu luas maka penulis tidak akan menampilkan seluruh kisah isrâiliyyât yang terdapat dalam kitab tersebut. Dalam hal ini akan ditampilkan beberapa kisah saja guna menunjukan adanya riwayat isrâiliyyât dalam tafsir ini. B. Isrâiliyyât dalam Tafsir Ibnu Katsir Ibnu Katsir merupakan salah seorang ulama yang tidak diragukan lagi kelihaiannya dalam bidang hadis. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika ia sangat selektif dalam memasukan riwayat dalam tafsirnya. Adapun mengenai riwayat isrâiliyyât yang terdapat dalam tafsirnya tersebut sebagaima disebutkan dalam muqadimah tafsirnya dimaksudkan sebagai pengetahuan dan tidak membawa manfaat bagi agama Islam. Dalam hal ini, ia menyandarkan Lihat misalnya, Kahar Masyhur, Pokok-pokok Ulum al-Qur‟an Jakarta Rineka Cipta, 1992, h. 173, Muhammad Husien al-Dzahabi, Al-Isrâiliyyât fî al-Tafsîr wa al-Hadîts, Kairo Dar al-Hadis, h. 133. Ditinjau dari segi bahasa kata israiliyyat adalah bentuk jamak dan kata israiliyah, yakni bentuk kata yang dinisbahkan pada bani Israil, sedangkan Israil sendiri berasal dari bahasa Ibrani, Isra bararti hamba dan il berarti Tuhan, jadi Israil adalah hamba Tuhan, Lihat Farihanti Mulyani, Masuknya isrâiliyyât dalam Penafsiran al-Qur‟an. Sedangkan secara istilah adalah kisah dan dongeng yang disusupkan dalam, tafsir dan hadits yang asal periwayatannya kembali kepada sumbernya yaitu Yahudi dan Nashrani. Farihanti Mulyani, Masuknya isrâiliyyât dalam Penafsiran al-Qur‟an, Jurnal al-Banjari, Volume 5, No. 9, 2007, h. 2. Juga lihat; Muhammad bin Muhammad abu Syahibah, Al-Isrâiliyyât wa al-Maudhû`ât fî Kutub al-Tafsîr, Kairo Maktabah al-Sunnah, 1408 H., Muhammad bin Muhammad abu Syahibah, h. 129 Yusuf al-Qardhawi, Berinteraksi Dengan al-Qur‟an, ter. Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta Gema Insani Press, 1999, h. 497. Supriyanto, Isrâiliyyât dalam Tafsir … 3 pendapatnya dalam penggunaan riwayat isrâiliyyât pada hadis yang diriwayatkan Bukhari dari Abdullah bin Amru, berikut ini “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat dan bicaralah apa saja tentang bani Israil tanpa ada larangan, dan siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka baginya tempat dineraka”Namapaknya atas dasar hadis inilah Ibnu Katsir memasukan riwayat isrâiliyyât dalam kitab tafsirnya. Walaupun demikian, ia tidak memasukan riwayat tersebut mentah-mentah tanpa ada seleksi terlebih dahulu. Hal ini dapat dilihat pada sebagain besar riwayat isrâiliyyat yang terdapat dalam tafsirnya tidak luput dari komentar dan kritikannya. Selain itu, dalam tafsirnya juga terdapat beberapa riwayat isrâiliyyat yang tidak ia benarkan atau dustakan, dalam hal ini ia bersikap ini pun nampaknya ia sandarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al- Bukhari, berikut ini “Ahli kitab membaca kitab Taurat dengan mempergunakan bahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab untuk dikonsumsi umat Islam. Mendengar hal itu, Nabi bersabda “janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakannya, tetapi katakanlah kami beriman kepada Allah dan apa-apa yang telah diturunkan kepada kedua hal tersebut di atas, ternyata dalam tafsir ini terdapat pula beberapa riwayat isrâiliyyat yang luput dari komentar dan kritikannya. Hal ini sangat lah mungkin terjadi, Muhammad ibnu Isma‟il al-Bukhari, Shahîh Bukhârî, Jilid IV, Beirut Dar al-Fikr, t. th, h. 320 Penafsiran ini dapat dilihat dalam misalanya ketika menafsirkan ayat ke 60 dari surah al-Baqarah, tentang kisah Nabi Musa dengan Bani Israil. Muhammad ibnu Isma‟il al-Bukhari, Jilid IV, h. 270. Hal ini dapat dilihat, misalnya dalam menafsirkan surah al-Baqarah 258; Thahaa 20; al-Nisa 1. 4 Vol. XII, No. 2, Juli – Desember 2015 karena seorang tidak akan pernah terhindar dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut di atas, menurut penulis, dalam tafsir ini terdapat tiga kategori isrâiliyyât, yaitu pertama, riwayat Isrâiliyyât yang ia cantumkan tapi juga dikritik dan dikomentarinya, kedua, kisah isrâiliyyât yang dicantumkannya tapi tidak dibenarkan dan juga disalahkannya dan yang ketiga, kisah isrâiliyyât yang luput dari penilaiannya, yaitu kisah tersebut termasuk dalam israiliyyât, namun ia tidak memberikan penjelasan bahwa itu adalah israiliyyât. C. Beberapa Kisah Isrâiliyyât dalam Tafsir Ibnu Katsir Di sini penulis akan menampilkan beberapa contoh riwayat isrâiliyyât yang terdapat dalam tafsir Ibnu Katsir ini. Sebagaimana penjelasan di atas, terdapat tiga kategori dalam tafsir ini, berikut contoh dari kisah-kisah tersebut 1. Kisah Isrâiliyyât yang Dikritik dan Dikomentarinya Ibnu Katsir mencantumkan kisah ini ketika menafsirkan ayat 34 dari surah Shad, berikut ini “Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan dia tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh yang lemah karena sakit, kemudian ia bertaubat”. Yang dimakasud jasad pada ayat ini adalah setan, sebagai mana diriwayatkan Ibnu Abas yang berkata diceritakan ada seorang yang berkata pada Nabi Sulaiman bahwa di dasar laut terdapat setan yang bernama Syahr al-Maridhah. Nabi Sulaiman lalu mencarinya ke dasar laut dan di sisi laut tersebut ternyata ia menemukan sebuah sumber mata air yang memancar sekali dalam seminggu. Pancarannya sangat jauh dan sebagian berubah menjadi arak. Ia berkata “ sesungguhnya engkau arak adalah minuman yang sangat nikmat, hanya saja menyebabkan orang yang sabar menjadi musibah dan orang bodoh bertambah kebodohannya”. Nabi Sulaiman kemudian pergi, akan tetapi di tengah-tengah perjalanannya ia merasakan dahaga yang sangat dalam lalu ia kembali ke sumber mata air tersebut dan memiminumnya sehingga hilanglah kesadarannya. Lalu Supriyanto, Isrâiliyyât dalam Tafsir … 5 datanglah setan menyerupai dirinya dan duduk di atas singgasana kerajannya. Di sini Ibnu Katsir berkomentar terhadap riwayat tersebut dan menyatakan riwayat ini palsu dan di buat-buat. Karena tidak mungkin seorang Nabi minum arak sehingga mabuk dan juga setan dapat menyerupai wajahnya dan duduk di singgasana kerajaannya. Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa pada dasarnya isrâiliyyât ini berasal dari Ibnu Abas – jika itu benar-benar darinya - yang diperolehnya dari Ahlul Kitab, di mana sebagian dari mereka ada yang tidak mempercayai kenabian dari Nabi Sulaiman dan juga mendustakannya. Kisah ini jelas mungkar karena terdapat riwayat yang ganjil. Komentar semacam ini lah yang banyak ia lakukan pada kisah isrâiliyyât dalam kitab tafsirnya. Dapat juga dilihat contoh lainya, misalnya ketika menafsirkan surah al-Naml ayat 41-43, tentang kisah Ratu Saba, dan juga tentang Iblis pada ayat ke 50 dari surah Kisah Isrâiliyyât yang Tidak Dibenarkan dan juga Disalahkannya Kisah ini terdapat pada penafsiran surah al-Baqarah ayat 67, tentang Nabi Musa dan bani Israil, berikut ini penafsirannya “Dan ingatlah, ketika Musa berkata kepada kaumnya "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina". Mereka berkata "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”. Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir mencantumkan riwayat dari Ibnu Abi Hatim yang berkata; bahwa ada seorang laki-laki bani Israil yang mandul, sedangkan ia mempunyai harta yang banyak sehingga anak saudaranya lah yang akan mewarisinya. Kemudian orang tersebut membunuh Al-Imam Abu al-Fida‟ al-Hafidz Ibnu Katsir al-Dimasyqi, h. 1606. Ibid., h. 1608. Ibid., h. 1397-1398. Ibid., h. 1158. 6 Vol. XII, No. 2, Juli – Desember 2015 anak ini pada malam hari dan meletakan mayatnya di depan pintu rumah salah seorang bani Israil. Ketika pagi hari tiba, maka pihak korban menuduh si pemilik rumah dan keluarganya lah yang melakukan pembunuhan tersebut sehingga merekapun mengangkat senjata dan saling menyerang. Ada salah seorang yang berfikiran bijak berkata; “Mengapa kalian saling membunuh padahal kalian mempunyai Rasul”. Maka mereka pun menemui Nabi Musa dan menceritakan kejadian tersebut. Lalu Musa berkata; “Sesungguhnya Allah menyerumu untuk menyembelih se ekor sapi betina. Mereka berkata; “Apakah engkau akan menjadikan kami bahan ejekan”. Musa menjawab; “Aku berlindung kepada Allah sekiranya aku termasuk orang yang bodoh”. Mengenai riwayat ini Ibnu Katsir bersikap tawaquf, ia menyatakan kisah ini dikutip dari buku-buku bani Israil. Kisah ini termasuk kisah yang boleh dikutip, namun tidak boleh dibenarkan atau didustakan. Oleh karena itu, kisah-kisah Isrâiliyyât tidak boleh dijadikan pegangan kecuali dalam hal-hal yang sejalan dengan kebenaran Kisah Isrâiliyyât yang Luput dari Penilaiannya Adapun kisah ini dapat dilihat ketika menafsirkan surah al- Nisa‟ ayat 1, sebagai berikut “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Ibnu Katsir memaknai kata nafs wahidah pada ayat di atas dengan “tulang rusuk Adam bagian kiri”. Ibid., h. 137. Ibid., h. 138 Supriyanto, Isrâiliyyât dalam Tafsir … 7 Lebih lanjut, ia menjelaskan ketika Adam sedang tidur, diambilah tulang rusuk sebelah kirinya, kemudian waktu Adam bangun ia terkejut karena ada Hawa di sampinganya. Kisah ini nampaknya diperoleh Ibnu katsir dari cerita bani israil, karena tidak ada riwayat yang mendukung pernyataannya tersebut. Walaupun, dalam hal ini ia sandarkan pendapatnya ini pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, berikut ini “Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Rusuk yang paling bengkok adalah rusuk yang paling atas. Jika kamu hendak meluruskannya, niscaya ia akan patah. Jika kamu kamu ingin berbahagia dengannya berbahagialah, walaupun ia tetap bengkok”. Dalam hal ini, nampaknya Ibnu Katsir kurang cermat dalam mengabil riwayat sebagai dalil untuk memperkuat argumennya. Bila kita lihat teks hadis di atas, tidak ada kata yang menunjukan penciptaan Hawa dari “tulang rusuk Adam sebelah kiri yang diambil ketika ia tidur”, melainkan hanya dari tulang rusuk , dan disana juga tidak ada penyebutan secara ekspilit tentang Hawa ataupun Adam. Sementara itu, Bukhari sendiri tidak meletakan hadis ini pada bab penciptaan Adam dan keturunannya, tetapi ia cantumkannya pada bab nikah. Dari sini, dapat diperoleh pemahaman bahwa hadis tersebut nampaknya adalah sebuah pesan kepada seorang laki-laki yang hedak menikahi perempuan, janganlah berbuat kasar ataupun terlalu lembut kepada calon isterinya. Karena sifat perempuan itu bagaikan tulang rusuk, apabila dikerasi akan patah dan apabila didiamkan akan tetap bengkok. Jadi, kata pada hadis di atas bisa juga diartikan sebagai makna majasi bukan makna hakiki. Oleh karena itu, penafsiran Ibnu Katsir tersebut diduga kuat terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran isrâiliyât. Pada kisah penciptaan Hawa di atas, tidak ada rujukannya yang jelas dalam Hadis atau pun al-Qur‟an. Dalam hal ini, Rasyhid Ridha menjelaskan bahwa kisah tersebut terdapat dalam Ibid., h. 553. Ibid., h. 424. Wensink, al-Mu`jam al-Mufahras li Alf dz al-Hadîs al-Nabawi, London Maktabah Baril, 1936, hlm. 408 8 Vol. XII, No. 2, Juli – Desember 2015 perjanjian baru. Lebih lanjut ia menuturkan, seandainya tidak tercantum kisah ini dalam perjanjian baru niscaya pendapat ini tidak akan pernah ada. Senada dengan hal tersebut, Thabathaba`i dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa ayat di atas menunjukan bahwa perempuan diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam, dan ayat tersebut tidak mendukung sedikit pun penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam. Dari sini dapat kita lihat adanya riwayat isrâiliyat yang luput dari pengetahuan beliau, walaupun beliau adalah seorang ahli hadis. Hal ini sangat lah mungkin terjadi, karena seorang tidak akan pernah terhindar dari kekurangan dan kesalahan. Selain kisah tersebut terdapat pula beberapa kisah yang luput dari penilainnya, diantaranya pada penafsiran tentang kisah Raja Babil dan Nabi Ibrahim pada surah al-Baqarah ayat 258, dan juga kisah tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular pada surah Thaha ayat Penutup Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kisah isrâiliyyât yang dimasukan secara bulat-bulat tanpa ada seleksi ke dalam kitab tafsir, akan dapat merusak wajah dan kemurnian tafsir al-Qur‟an. Hal ini dikarenakan kisah-kisah tersebut mengandung khurafat dan kebatilan yang berkembang di tengah-tengah bangsa Yahudi dan Nashrani, yang kemudian mereka kembangkan dan sebarkan kepada umat Islam. Tafsir al-Qur‟ân al-Azhiîm karya Ibnu Kastir ini merupakan salah satu kitab tafsir bi al-maktsûr yang terbaik, termasuk dalam pengunaan riwayat isrâiliyyât. Dalam hal ini, Ibnu katsir tidak memasukan riwayat tersebut mentah-mentah, tapi melalui seleksi yang ketat terlebih dahulu. Beliau mencantumkan beberapa riwayat isrâiliyyât tetapi juga menunjukan kejanggalan kisah tersebut. Adapaun riwayat tersebut dicantumkan tidak lain hanya sebagai pengetahuan bukan sebagai dalil. Namun demikian, perlu diketahui juga dalam tafsir ini juga masih terdapat bebrapa Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr al-Mannâr, Beirut Dâr al-Fikr, jilid IV, h. 324-326. Thabathaba`i, Al-Mîzân fî Tafsîr alQur‟an, Beirut al-„A`lami li al-Matbuât, 1983, Jilid IV, h. 136. Al-Imam Abu al-Fida‟ al-Hafidz Ibnu Katsir al-Dimasyqi, h. 386-387. Ibid., h. 1220. Supriyanto, Isrâiliyyât dalam Tafsir … 9 kisah isrâiliyyât yang luput dari penilaianya, sehingga diperlukan ketelitian dan kejelian ketika merujuk riwayat dalam kitab ini sebagai landasan dalam menafsirkan al-Qur‟an. BIBLIOGRAFI Agama Ri, Departemen. Al-Qur‟an Dan Terjemahannya. Semarang Toha Putra, 1996 . Abu Syahibah, Muhammad bin Muhammad. Al-Isrâiliyyât wa al-Maudhû`ât fî Kutub al-Tafsîr. Kairo Maktabah al-Sunnah. 1988. Wensink. al-Mu`jam al-Mufahras li Alf dz al-Hadîs al-Nabawi. London Maktabah Baril. 1936. Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsîr . Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2005. -. Tafsir Maudhu`i. Yogyakarta Pustaka Pelajar. 2001. Al-Bukhari, Muhammad ibnu Isma‟il. Shahîh Bukhârî. Beirut Dar al-Fikr. t. th. Al-Dimasyqi, al-Imam Abu al-Fida‟ al-Hafidz Ibnu Katsir. Tafsîr al-Qurân al-Azhîm. Beirut Dar al-Fikr, 1992. Al-Dzahabi, Muhammad Husein. al-Tafsîr Wa al-Mufasirûn. Mesir Dar al-Kutub Haditsah. 1976. -, Muhammad Husien. Al-Isrâiliyyât fî al-Tafsîr wa al-Hadîts. Kairo Dar al-Hadis, Al-Farmawi, Abu al-Hayy. al-Bidayah Fî al-Tafsîr al-Maudhû`i. Kairo Dâr Kutub al-Arabiyah. 1976. Hadna, Ahmad Musthofa. Problematika Menafsirkan Al-Qur‟an. Semarang Toha Putra Group. 1993. Masyhur, Kahar. Pokok-pokok Ulum al-Qur‟an. Jakarta Rineka Cipta. 1992. Mulyani, Farihanti. Masuknya isrâiliyyât dalam Penafsiran al-Qur‟an, Jurnal al-Banjari. Volume 5. No. 9. 2007. Al-Qardhawi, Yusuf. Berinteraksi Dengan al-Qur‟an, ter. Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta Gema Insani Press. 1999. Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsîr al-Mannâr. Beirut Dâr al-Fikr. Al-Suyuti. Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur‟an. Beirut Dar al-Fikr. 1991. Thabathaba`i. Al-Mîzân fî Tafsîr alQur‟an. Beirut al-„A`lami li al-Matbuat. 1983. Dâr al-Fikr, jilid IV, hRidha Muhammad RasyidMuhammad Rasyid Ridha, Tafsîr al-Mannâr, Beirut Dâr al-Fikr, jilid IV, h. Pustaka PelajarNashruddin BaidanWawasan Baru Ilmu TafsîrBaidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsîr. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2005. -. Tafsir Maudhu`i. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Menafsirkan Al-Qur"an. Semarang Toha Putra GroupAhmad HadnaMusthofaHadna, Ahmad Musthofa. Problematika Menafsirkan Al-Qur"an. Semarang Toha Putra Group. Ulum al-Qur"an. Jakarta Rineka CiptaKahar MasyhurMasyhur, Kahar. Pokok-pokok Ulum al-Qur"an. Jakarta Rineka Cipta. isrâiliyyât dalam Penafsiran al-Qur"an, Jurnal al-BanjariFarihanti MulyaniMulyani, Farihanti. Masuknya isrâiliyyât dalam Penafsiran al-Qur"an, Jurnal al-Banjari. Volume 5. No. 9. RiDepartemenAl-QurAgama Ri, Departemen. Al-Qur"an Dan Terjemahannya. Semarang Toha Putra, 1996. Abu Syahibah, Muhammad bin Muhammad. Al-Isrâiliyyât wa al-Maudhû`ât fî Kutub al-Tafsîr. Kairo Maktabah al-Sunnah.
4l6O71.